Minggu, 12 Oktober 2008

Memahami Revolusi Venezuela, Perbincangan Hugo Chavez dengan Marta Harnecker

Judul Asli : Understanding the Venezuelan Revolution, Chavez talks to Marta Harnecker, Monthly Review Press, 2005
Penulis : Marta Harnecker
Penerbit : Aliansi Muda Progresif dan Institute Global Justice
Penerjemah : Aan Rusdianto dkk
Editor : Pius Tumangger
Cetakan : Pertama, Februari 2007
Jumlah Halaman : 241 Halaman
Harga : Rp 25.000,00


Chavez dan Revolusi Venezuela

AJ Susmana

Melihat cover buku ini, bisa saja orang akan langsung berkomentar: “Lho kok mirip Prabowo dengan Kabaret Kopassusnya?” Komentar ini entah apa maksudnya, tentu mengandung harapan, penilaian atau bahkan sinis: Tentara, dalam hal ini tentara Indonesia, bisakah berperan dalam demokratisasi dan kesejahteraan rakyat?

Hugo Chavez Frias yang menjadi cover buku ini memang seorang tentara dan akhir-akhir ini menjadi perhatian banyak orang, banyak kalangan. Sepak terjangnya pun selalu diikuti, terutama dalam menghadapi Amerika Serikat dan tak hentinya menyerukan dan menggalang persatuan bangsa-bangsa untuk menghadapi kekuatan neoliberalisme yang dimotori Amerika Serikat. Misalnya pembentukan ALBA, Alternatif Bolivarian untuk Amerika Latin, dengan anggota sementara: Kuba, Venezuela, Bolivia, Nicaragua dan Ekuador. Pernyataan-pernyataan pun Pidatonya yang menggugah dan memberanikan rakyat miskin pun sering dikutip seperti: “…bila kita hendak mengentaskan kemiskinan, kita harus memberikan kekuasaan pada si miskin, pengetahuan, tanah, kredit, teknologi dan organisasi. Itulah satu-satunya cara mengakhiri kemiskinan”.

Bagi sebagian aktivis sosial dan politik di Indonesia, Chavez menjadi inspirasi karena keberhasilannya menasionalisasi kekayaan minyak negaranya untuk misi-misi kesejahteraan rakyat dan keberhasilannya mendorong partisipasi rakyat dalam menentukan kebijakan publik. Keberhasilan ini juga ditunjukkan dengan besarnya dukungan rakyat terhadap Chavez setidaknya ketika terjadi kudeta kepada dirinya. Tanpa dukungan media televisi swasta dan sementara itu satu-satunya televisi pemerintah pun disabotase penyiarannya, Chavez dapat bertahan dari usaha kudeta yang dipimpin partai politik sayap kanan, asosiasi bisnis, beberapa perwira tinggi militer dan didukung Amerika Serikat pada tanggal 11 April 2002. Lingkaran Bolivariannya yang kebanyakan rakyat miskin kota sebagai basis utama pendukungnya dalam waktu 48 jam dapat bergerak ke istana dan menggagalkan kudeta.

Dengan dukungan kekuatan rakyat inilah, Chavez memberanikan diri untuk mendeklarasikan Sosialisme Abad 21, yang bercirikan humanisme, demokratik, dan solidaritas.

Marta Harnecker, penulis buku ini dalam kesempatan lain mengatakan: “Chavez tahu bahwa kita hanya dapat menciptakan masyarakat sosialis masa depan jika rakyat yang paling sederhana, yang paling miskin, yang paling tertindas, bisa terlibat dalam proses tersebut. Hal yang hebat dari Chavez bahwa ia adalah pemimpin yang mempromosikan organisasi kerakyatan, orang yang yakin bahwa kekuatan dalam proses ini adalah organisasi. Chavez selalu menyerukan, pembentukan lebih banyak organisasi dan penciptaan organisasi baru. Kadang, terlalu banyak. Ini adalah kreativitas yang memberi kesempatan semua orang untuk mengorganisasi diri. (Marta Harnecker: Eksperimen Kuasa Kerakyatan di Venezuela, dalam Global Justice Update, Tahun V, No 2 Februari 2007;34-36)

Dengan begitu kehadiran buku ini dalam terjemahan Indonesianya, patutlah disyukuri. Setidaknya, para aktivis sosial dan politik yang bercita-cita menyejahterakan rakyat dapat bercermin dari sepak terjang Chavez, bahkan Pemerintah SBY-JK yang saat ini juga menghadapi kendala yang sama: kemiskinan rakyat di tengah kelimpahan kekayaan alam.

Buku yang dibuat berdasarkan wawancara ini sepertinya mengingatkan kita pada percakapan Cindy Adams dengan Bung Karno, yang kemudian menghasilkan Autobiografi Bung Karno yang popular tersebut. Bedanya: Bung Karno ketika bertemu Cindy Adams sudah menjelang keruntuhannya, akibatnya revolusi Indonesia dari kaca mata Bung Karno sudah tak begitu tampak apinya sementara pertemuan Marta Harnecker dengan Chavez ini ketika Chavez berada dalam kekuasaan. Dengan demikian perspektif-perspektif revolusi, kendala dan hambatannya serta beberapa kemenangan dapat dijelaskan dan semuanya menunjukkan pada proses yang sedang berjalan: proyek sosialisme abad 21. Pembaca buku ini pun, sepertinya diharapkan untuk terlibat pada proses sejarah yang saat ini sedang berjalan dan bertransformasi di Venezuela dan Amerika Latin. Setidaknya menjadi saksi terhadap perubahan yang sedang berjalan ini.

Melalui wawancara dengan Marta Harnecker ini, Chavez juga dapat menunjukkan proses perubahan itu dengan baik, termasuk pahit getirnya dalam memimpin revolusi Venezuela.

“Kami berdebat secara mendalam mengenai arah yang akan diambil. Saat itu, terdapat cukup banyak kontradiksi; beberapa grup menolak jalur electoral, dan mereka meninggalkan gerakan. Mereka menuduh kami telah mengabaikan revolusi karena tidak melanjutkan perjuangan bersenjata tapi siapakah yang pernah berkata bahwa senjata menjamin arah revolusi? Sama seringnya, senjata telah menjadi alat kontra-revolusioner. Masih terdapat beberapa individu atau grup yang kritis terhadap proses pemilihan namun yang lainnya telah kembali bersama kami” (h. 58)

Buku wawancara ini juga memberikan gambaran tentang watak demokratik, kecerdasan dan kerendah-hatian Chavez sebagai pejuang revolusioner. Ia tampak tak pernah memendam rasa yang membuatnya dapat menjadi korban perasaan atau sakit hati di hadapan pejuang-pejuang lainnya. Situasi ini ditunjukkan ketika Marta menanyakan: Adakah dalam suatu masa dalam hidup Anda, Anda mengakui kepemimpinan orang lain di samping diri Anda sendiri?

Jawaban Chavez jelas:

“Ya, sebagai seorang tahanan, ketika kami tengah mempersiapkan pemberontakan militer yang kedua, muncul sebuah kelompok pimpinan militer lainnya. Saya ingat kami mengirim surat dan catatan dari penjara untuk persiapan pemberontakan kedua, yang kami harapkan terjadi pada Juni atau Juli, utamanya terdiri dari orang-orang dari angkatan darat. Kemudian di penjara, kami mendapat informasi lewat salah satu perwira tentara yang masih bebas, bahwa orang-orang dari angkatan laut dan angkatan udara juga tengah mempersiapkan gerakan lainnya. Mendapat kabar itu kami memutuskan untuk menghentikan gerakan kami. Dan saya adalah salah seorang yang mengirimkan pesan bahwa saya mengakui komando mereka yang berada di luar penjara itu: “Kami adalah tahanan, dengan keterbatasan yang banyak; kepemimpinan adalah yang berada di luar sana: Laksamana Gruber, Jenderal Visconti, Laksamana Cabrera Aguire dan Kolonel Virginio Castro. “Mereka membentuk sebuah komando politik militer. Waktu itu, sebagai contoh saya merekomendasikan agar mereka memasukkan Pablo Medina ke dalam komando politik itu dan mereka melakukannya. Situasi saat itu menunjukkan bahwa saya tidak bisa sebagai pemimpin.” (h.68-69)

Sebagai catatan penutup, buku ini memang setidaknya dapat memberikan gambaran untuk memahami revolusi Venezuela. Tapi, ini belum cukup. Dia baru membukakan pintu yang membuat kita dapat masuk ke pemahaman revolusi Venezuela yang lebih luas dan jelas. Judul buku ini mungkin yang tepat adalah Memahami Chavez: Chavez dengan revolusinya, para pendukungnya dan para inspiratornya: yang bergerak dari Simon Bolivar, Mao Zedong, Lenin …sampai Yesus Kristus.

Untuk memudahkan pembaca, buku ini juga dilengkapi indeks tokoh dan peristiwa penting.

Seja o primeiro a comentar

Followers

Cianjur Berlawan © 2008 Template by Dicas Blogger.

TOPO