Kamis, 09 Oktober 2008

Resolusi Pengangguran!

Krisis sampai sekarang masih terus melanda kapitalisme global. Krisis yang diakibatkan oleh sistem ekonomi kapitalis yang mengejar keuntungan semata. Berbagai perusahaan kapitalis demi keuntungan melakukan produksi. Berkat kemajuan teknologi, dan pengerahan tenaga kerja, di masa booming (masih berjaya), kapitalis bisa meraih keuntungan milyaran rupiah dalam satu tahun. Perusahaan-perusahaan didirikan tumbuh seperti jamur di musim hujan. Dimulai semenjak rejim Orde Baru berkuasa, ditandai dengan pemberlakuan UU Penanaman Modal Asing tahun 1967. Perusahaan kapitalis yang satu dengan yang lainnya, berlomba menciptakan produk yang dilempar ke pasar. Hutan, perut bumi, laut diekplorasi. Perusahaan-perusahan tekstil, garmen, kayu, dan lain-lain berloma-lomba didirikan. Tidak dibutuhkan seorang nabi untuk menyatakan semua ini akan menyebabkan krisis pasti terjadi.

Di negeri kita, krisis ini seakan menjadi sebuah fenomena yang baru; namun kalau kita belajar dari sejarah dan pengalaman negeri yang maju industrinya, krisis ini telah kerap kali terjadi seperti pergantian musim kemarau dan hujan saja, seperti yang telah terjadi pada tahun 1830,1847, 1869 Eropa dan 1930 di Amerika Serikat. Mayoritas rakyat yang tidak memiliki apa-apa selain menjual tenaganya bekerja kepada kapitalis tidak mampu membeli komoditas yang membanjiri pasar. Barang komoditas berlebih namun tidak ada daya beli, inilah sesugguhnya krisis, penyakit yang berulang-kali diidap oleh sistem kapitalisme, yang makin lama makin parah. Di masa kapitalis masih berkembang, perjuangan buruh masih diberikan konsesi berupa kenaikan upah yang kecil, atau tunjangan lainnya. Namun, begitu krisis terjadi, para buruh dilemparkan ke jalan-jalan begitu saja keluar dari pabrik. Undang-undang/peraturan yang sangat mengancam kesejahteraan buruh dan jaminan akan terus berkerja diberlakukan. Bahkan harapan pesangon sesuai dengan aturan-aturan yang telah dibuat aturan pemerintah/negara sendiri tidak diberikan. Tidak ada sanksi dan hukuman kepada pengusaha yang meninggalkan dan mengusir buruh begitu saja tanpa jaminan sosial. Ini menjelaskan watak negara ini sebenarnya: negara sekarang bukan milik mayoritas rakyat, namun pelindung kepentingan para kapitalis besar! Buruh menahan perut lapar dengan rasa marah.

Banyak pelajaran yang bisa kita tarik dari krisis ini, diantaranya ketidakmasukakalan (absurditas) penempatan sistem produksi sosial dibawah kekuasaan segelintir orang/kapitalis yang tamak mengejar keuntungan. Bahkan para kapitalis juga menarik pelajaran, misalnya membuat pengawasan yang lebih ketat, khususnya terhadap perbankan. Tapi tidak ada pengawasan yang bisa mencegah bank akan menyalurkan dana atau mendirikan perusahaan, khususnya pada masa ketika masih bisa berkembang (booming), yang kemudian pasti tidak bisa menghindarkan diri kebangkrutan. Kehancuran industri menyebabkan kebangkrutan bank-bank.

Namun apakah yang dimaksud dengan “Kehancuran Industri” ini di dalam masyarakat kapitalis? Ini berarti kapitalis yang lebih kecil, “lapisan kedua’, dihilangkan oleh kapitalis yang lebih besar. Tempat-tempat para jutawan seperti Marimutu Sinivasan (Texmaco), dan-lain digantikan oleh kapitalis yang lebih besar, yang berasal dari negeri imperialis. Perusahaan-perusahan yang sebelumnya atas nama negara dilepas ke kapitalis yang lebih besar. (Lampiran Tabel 2). Terdesaknya kapitalis yang lebih kecil oleh kapitalis yang lebih besar, menyebabkan kapital besar makin berkuasa, sebaliknya kehancuran para pengusaha kecil-kecil (mereka kehilangan uang didalam bank-bank yang bangkrut), pemiskinan buruh yang sangat menakutkan itu,—semua ini adalah akibat krisis. Krisis di Indonesia bahkan lebih parah dibanding negeri lainnya di kawasan Asia. Kemandegan industri bersamaan dengan kelaparan dan kemarau yang kerap menimpa pertanian (yang hampir tidak tersentuh oleh perkembangan industri). Kemanakah buruh yang di PHK ini akan pergi (dan angkatan kerja baru yang setiap tahun tumbuh? Di pedesaan, penderitaan bahkan sering melebihi penderitaan para rakyat di perkotaan—kelaparan, kekeringan dan hasil-hasil pertanian yang murah, yang kalah dengan serbuan produk pertanian luar. Di perkotaan, para penganggur (yang bertahan hidup dengan masuk ke sektor informal seperti pedagang kaki lima, pengamen, dll) menghadapi penggusuran dengan cara-cara represi. Kriminalitas makin banyak adalah penyakit sosial akibat kegagalan sistem kapitalisme. Dan pemerintah mengatasinya hanya dengan cara represi pula, bukan menghilangkan akar-akar penyebabnya. Rakyat di pedesaan dan perkotaan kini tidak hanya disatukan oleh penderitaan yang dialaminya, namun juga oleh penindasan/represi yang dilakukan oleh alat-alat negara, seperti polisi, satpol PP, bahkan tentara.

Jalan keluar yang dapat diambil untuk mengatasi pengangguran ini adalah:
1.Penghapusan Hutang Luar Negeri yang telah membebani anggaran negara dunia ketiga.
2.Penyitaan aset kekayaan koruptor
3.Pemberlakukan pajak yang lebih besar terhadap orang-orang kaya/perusahaan besar
untuk anggaran pembangunan industri.
4.Mendirikan industri-industri baru di dalam negeri
5.Jaminan atas pekerjaan yang lebih layak terhadap buruh di sektor informal
(penolakan represi yang dilakukan oleh pemerintah).
6.Penolakan terhadap penggusuran sektor informal dan pemukiman kaum miskin perkotaan
jika tidak disertai dengan alternatif untuk fasilitas hidup yang lebih baik dan
mencukupi

Karena perlindungan yang mendasar sekalipun tidak bisa diberikan oleh negara terhadap rakyat (kesehatan, pendidikan, penghukuman terhadap pengusahan yang menelantarkan buruh yang di PHK, koruptor pengusaha besar yang sering dibebaskan, dll), maka hanya dengan persatuan rakyat secara keseluruhan hal ini mampu diwujudkan dengan menciptakan pemerintahan persatuan rakyat yang bersih, demokratis, merdeka dan kerakyatan.

Seja o primeiro a comentar

Followers

Cianjur Berlawan © 2008 Template by Dicas Blogger.

TOPO